Pangsa pasar pembayaran mobile global saat ini diperkirakan mencapai 816,50 miliar USD dan proyeksi akan mencapai lebih dari 5,5 triliun USD pada tahun 2025 nanti.
Cara kita melakukan pembayaran dan bertransaksi menggunakan uang akan berubah secara drastis. Terkait mata uang digital bank sentral (CBDC), kemungkinan kita akan segera beralih ke ledger blockchain cukuplah tinggi. Dalam sebuah acara tahunan World Economic Forum yang diselenggarakan di Davos bulan kemarin, CBDC menjadi salah satu topik yang paling hangat di acara tersebut dan bagaimana masing-masing negara dapat mengeluarkan, mengelola, mengatur, dan menggunakan mata uang digital.
Bank of International Settlements memperkirakan bahwa lebih dari 80% bank sentral memandang blockchain sebagai tempat untuk menerbitkan mata uang digital.
Januari 2020, kami mendengar bahwa beberapa bank sentral negara Kamboja, Jepang dan Bank Inggris sedang menjajaki manfaat dari CBDC.
Mereka yang tergabung ke daftar panjang pasar negara berkembang dan negara maju juga telah mulai mengerjakan prototipe mata uang digital seperti Thailand, Cina, India, Swedia, Singapura dan Afrika Selatan. Bahkan Bank Sentral Eropa (ECB) sedang meneliti bagaimana mendigitalkan Euro.
Baca Artikel Terkait Lainnya: Bitcoin Terus Alami Kenaikan Harga, Altcoin Menghijau
Isu Saat Ini
Seperti yang kita ketahui, sebagian besar pembayaran yang dilakukan di negara maju sudah mendigital. Ketika kita mengirim uang ke luar negeri, misalnya, kita tidak memegang uang tunai di tangan kita, uang akan dikirim dari rekening bank, digital bukan?
Ketika kita berbicara luas tentang pembayaran, biasanya dapat kita identifikasi menjadi dua kelompok transaksi: pertama adalah bank ke bank atau “wholesale,” dan yang lainnya adalah antara individu atau “retail.” Dalam kedua situasi tersebut, kita dapat dengan jelas mengidentifikasi growing pain yang berkembang saat ini, seperti ketersediaan dana, biaya transaksi FX, risiko operasional, risiko penyelesaian, visibilitas dan keterlacakan.
Misal, berikut adalah komponen utama dari biaya transaksi lintas batas, yang dapat dirampingkan dengan menggunakan teknologi blockchain dan sistem real-time gross settlement (RTGS):
Siapakah Pemimpin Transformasi Digital?
Di tahun 2019 muncul Facebook Libra, yang merupakan salah satu upaya untuk memecahkan beberapa masalah yang disebutkan tadi, namun pada kenyataannya inisiatif tersebut malah menghadapi banyak masalah pengawasan dari regulator berdasarkan tingkat kepercayaan yang mereka miliki di perusahaan asalnya Facebook.
Kemudian Apple yang bermitra dengan Goldman Sachs dan mengeluarkan kartu kreditnya sendiri yang terintegrasi ke dalam iPhone, dan sekali lagi upaya ini juga menghadapi pertanyaan di seputar tingkat suku bunga.
Tak lama kemudian, China mendobrak dengan ide dan aksi penelitiannya terkait CBDC untuk mengadopsi dan menerapkan strategi mata uang digital bank sentral (CBDC). Ini akan menjadi tugas yang relatif mudah untuk China yang sangat tersentralisasi yang sudah memiliki infrastruktur pembayaran yang maju tentunya.
Faktanya, pasar pembayaran mobile atau seluler di Tiongkok sudah dikendalikan oleh Alipay dan WeChat Pay, dan dengan sedikit sentuhan People’s Bank of China (PBoC) yang membawa inisiatif untuk menegakkan pembayaran elektronik mata uang digital (DC/EP), Tiongkok dapat dengan mudah menggunakan CBDC wholesale tentunya.
Mengapa Blockchain?
Walaupun untuk memulai perubahan tersebut tidak semua mata uang digital atau sistem pembayaran akan membutuhkan blockchain; seperti, sistem pembayaran real-time FedNow yang mungkin tidak memiliki komponen blockchain sama sekali.
Bank sentral tidak melihat salah satu blockchain publik yang ada sebagai opsi yang layak, mereka meneliti dan mengujinya terlebih dahulu atau melakukan uji coba menggunakan private blockchain apakah itu akan sesuai dengan tujuan mereka atau tidak.
Arsitektur khas tiered-enterprise dengan blockchain pada intinya sangat baik untuk menangani beban dan throughput sistem pembayaran tersebut. Menambahkan blockchain atau teknologi ledger yang terdistribusi sebagai komponen dasar, bank yang menerbitkan bisa mendapatkan semua manfaat dari akun yang berbasis token tersebut seperti privasi, rekonsiliasi back-end yang lebih cepat dengan kesalahan yang lebih sedikit, prediktabilitas dana, KYC end-to-end dan AML serta biaya lebih murah tentunya yang dibalut dengan kerangka hukum yang kuat.
Salah satu manfaat utama dari uang tunai saat ini adalah sangat fungible, hal ini dapat dicapai dengan privasi yang cukup untuk pengguna akhir dengan keseimbangan antara transparansi dan perlindungan privasi yang dikodekan ke dalam protokol inti blockchain.
Selain itu, dengan diperkenalkannya CBDC yang diterima secara luas, kita dapat memiliki perlindungan asuransi dan keselamatan yang lebih besar dari kasus penipuan dan pencurian dana di dompet digital kita.
Di tahun 2020 ini kita akan melihat banyak kegiatan diseputar mata uang digital bank sentral dan penggunaannya bisa menjadi aplikasi pembunuh de-facto.
China dan Amerika Serikat saat ini sedang berlomba untuk meluncurkan mata uang digital, saya cukup yakin bahwa CBDC dapat menjadi penyebaran produksi pertama berskala besar untuk teknologi blockchain.
Artikel ini di buat oleh Biser Dimitrov yang di terjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Biser Dimitrov adalah seorang arsitek blockchain perusahaan yang berbasis di New York. Ia memiliki keahlian teknis yang mendalam tentang protokol dan sistem blockchain serta DLT.
Baca Artikel Terkait Lainnya: Wabah Coronavirus Lumpuhkan Penambangan Cryptocurrency Di China
Gambar dari arcserve.com
The post Menyoal Potensi Aplikasi Blockchain Mata Uang Digital Bank Sentral appeared first on .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar